In the Kos’t Of Nenek
Lampir
Aku
adalah siswa pelajar SMA yang tinggal merantau dari kota kecil di Semarang. Aku
tinggal di sebuah Rumah Kost yang berada di dekat sekolahanku. Menjadi seorang
anak kost ternyata tidaklah mudah. Dimana semua kebutuhan diri sendiri harus
kita lakukan sendiri dari makan, mencuci pakaian, dan semua kebutuhan harus
kita lakukan rutin. Jarak rumah yang begitu ‘‘wooow’’ sangat jauh aku menjadi
jarang pulang. Oya yang membuatku mempunyai hasrat ingin minggat dari kost
adalah Ibu kost yang begitu mengerikan, bagaimana tidak ! hobinya adalah
menagih uang kost yang sebenaranya belum jatuh tempo dan galak !
Tiba-tiba saat
aku sedang asyik mendengarkan musik di laptop terdengar suara ketukan sedang
mengetuk pintu kamarku dengan suara yang “uuh tidak ada nyaring-nyaringnya”,
tok tokkkk…
Bu Kost : “Madina, Madina , Madina….”
Madina : “ Aku yakin pasti nenek lampir ini
mau nagih duit kost ! ( Madina berkata sambil berpikir apa yang harus dia
katakan pada nenek lampir berparas manusia ini ).
Bu Kost : “ Madina kamu ada dikamar tidak ??
Ayo keluar jangan bersembunyi kau.”
Dengan segera
aku membuka pintu dengan wajah penuh ekspresi sedih.
Madina : “ Bu, maaf hari ini kan belum
jatuh tempo jadi Bapak belum
kirim uang, bayar nya besok saja ya kalo sudah jatuh tempo.”
Bu Kost : “ Terus mau kapan? Lebih cepatkan
lebih baik. Saya butuh duit untuk makan.”
Madina : “ Minggu depan deh bu? Saya janji.
Masalah nya bapak sekalian kirim uang sekolah. “
Bu Kost : “ Dasar anak sekarang kalau ditagih
duit kos saja alasannya macem-macem saja. Yowes, pokok nya besok harus dibayar,
tidak boleh telat lagi! ”
Aku segera cepat- cepat menutup pintu kamarku dan segera mengambil
ponsel dan langsung menekan nomor
telephon yang menjadi andalan ku. Dia adalah sahabatku yang paling setia,
seperjuangan, dan senasib. Nama nya adalah Merista. Dia adalah orang yang
mempunyai kepribadian menarik, suka menolong, dan sangat baik terhadap
sahabatnya. Kami yang nomaden nya adalah anak kost dan sama sama anak perantauan
( begitulah kami menyebut untuk diri kita ) memiliki banyak kesamaan sifat yang
menjadi kita bersahabat dari kami masih duduk di bangku SD sampai kami duduk
dibangku SMA.
Madina : “ Ehh mer kamu dimana ?? udah
makan siang belum kamu?
makan yukk, aku
juga mau cerita nih sama kamu. Kamu jemput aku ya di kost, motor ku biasa lagi
di service.”
Merista : “ Oke aku otw kost mu.”
Langsung
ponselku kututup dan siap-siap kedepan selagi menunggu jemputan Merista yang
berbeda kost denganku. Aku berbeda kost dengan Merista dikarenakan kost nenek
lampir itu dekat sekali dengan sekolahan ku jadi cukup jalan kaki saja.
Tidaklah lama
Merista datang dengan motor satria kesayangannya. Dia memang lebih tomboy
dibanding aku yang lebih feminim.
Merista : “ Kita makan di warung biasa aja
ya yang murah.”
Belum ada
setengah perjalanan tiba- tiba motor Merista “ndat ndet ndat ndat ndet” seperti ada yang rusak dengan motor nya.
Madina : “ Mer, motor mu ko gini yaa ?
Merista : “ Iya nih, perasaan uda aku
panasin ko begini ya..”
Saat ditanjakan
kereta tepat ditengah rel tiba-tiba
mesin motor mati dan motor Merista
mundur.
Madina : “ Hahaha motor nya mati…’
Aku tertawa
karena geli karena motor Merista macet.
Merista : “ Gimana nih mad hehehe, aku malu
ada yang ngeliatin..”
Madina : “ Kita pura-pura nya lagi nungguin
orang aja..”
Merista dan
Madina mengeluarkan ponsel nya dan pura-pura sedang sms dan telepon.
Bersama : “ Hahaha emang gila kita ya…”
Hahaha ya itulah
kami selalu membuat hal apa saja menjadi lucu. Merista dan aku tertawa lepas
karena kami berhasil menipu setiap orang yang melihat kami berdua
Merista : “Coba kamu turun dulu deh… Aku mau
benerin dulu businya yang rusak.”
Madina : “ Ok.”
Setelah dicoba
beberapa kali Merista tidak berhasil menyalakan motor nya kembali. Bayangan kami
untuk makan siang akhirnya harus tertunda di tanjakan rel kerta api. Beberapa
menit kemudian ada sepeda motor satria yang lewat dan mengklakson kami berdua.
Bersama : “ Woy…kamu help me ! “
2 pemuda yang
menaiki motor satria itu menghampiri kami.
Madina : “ Tolong donk, motor temen ku
rusak nih. Businya yang kena.”
Fatih : “ Coba mba saya periksa
businya. Wah ini pasti kena air ya businya ? Jadi begini deh.
Setelah beberapa
lama pemuda yang usianya sebaya denganku itu mengutak atik motor Merista akhirnya
motorpun bisa menyala juga.
Fatih : “ Coba bentar ya saya pake
motor nya sampe ujung sana masih mati lagi atau ngga.”
Madina : “ Ehh, ngga bisa ! nanti motor nya
dibawa lari sama kamu gimana lagi hayo ?? Jangan mau Mer ! “
Fatih : “ Ngga bakal lah mba.”
Merista : “ Sini kunci motor mu, buat
jaminan kalo aja motorku dibawa lari ama kamu.”
Merista merebut
kunci motor Fatih dari Dimas teman Fatih. Tanpa kata-kata Fatih pun langsung
mencoba motor Merista.
Dimas :
“Mba sekolah dimana ?” ( mengajak mengobrol )
Madina : “ Sekolah di SMA Negeri 5
Semarang.”
Dimas : “ Rumah nya dimana ? “
Merista : “ Kita anak perantauan.”
Dimas : “ Berarti kos ya? “
Sebelum
Merista menjawab pertanyaan Dimas, aku langsung memotong pembicaraan mereka.
Madina : “ Aduh, kok dia ngga balik balik
ya? Mer, jangan-jangan motor mu dibawa kabur lagi! “ ( panik )
Merista : “ Tenang aja Mad kunci mereka
sama aku.. Jadi ngga usah khawatir. Lagi pula kalau motorku dibawa kabur aku
palah dapet motor satria dia yang lebih baru dari aku hahaha…”
Tidak
lama kemudian fatih kembali ke tempat kami menunggu.
Merista : “ Loh kok ngga jadi dibawa lari
sih motorku ? Bawa lari aja sana.”
Fatih : “ Mba, motornya harus dibawa ke bengkel.
Kebetulan saya mau kebengkel juga. Gimana kalo kita bareng aja. Biar yang bawa
motor mba saya.
Mba
gonceng temen saya, nanti temen saya goncengin mba.”
Dimas : “ Iya mba, dari pada macet lagi
dijalan. “
Madina : “ Aku ngga mau ! Aku gonceng kamu
aja deh Mer… Ogah aku gonceng dia. Aku kan ngga kenal ama dia. “ ( pasang muka
kasian )
Merista : “ Ngga apa- apa lah Mad, kaya nya
mereka anak baik kok. Mereka mau nolongin kita.”
Saat
diperjalanan.
Fatih : “ Mba, nama nya siapa ??”
Madina : “ Aku ngga punya nama mas.” (
mengelak untuk memberi tahu nama )
Fatih : “ Masa ngga punya nama.”
Madina : “ Iya beneran mas, kaya nya bapak
saya lupa kasih nama mas. Nama situ siapa mas ? “ aku berbalik tanya kepadanya.
Fatih : “ Kalau saya Fatih mba. Tuh
kan aku baik mau kasih tau nama ku.
Tidak
lama kemudian aku sampai dibengkel dan Merista langsung menghampiriku.
Merista : “ Gimana Mad bonceng dia ? Enak
ngga ? hehehe… Tampang nya lumaya lohh hehehe…”
Madina : “ Iya emang tampang nya lumayan
oke, tapi aku ngga suka. Mana dia tanya nama ku terus lagi.”
Merista :
( langsung mentertawakanku) Hahaha…
Tukang
bengkel: “ Mba businya uda ngga apa-apa ko. Bawa aja motor nya.”
Langsung
saja aku dan Merista pergi dari bengkel dan mengucapkan terimaksih kepada
tukang bengkel. Merista langsung mengegas motornya tanpa menghiraukan Fatih
yang berteriak menayakan namaku.
Madina : “ Idih untung kita udah pergi.
Ngga nyerah-nyerah juga tanya namaku.”
Merista : “ Sialan Mad ! Kita dikerjain
sama mereka tau. Kamu tau ngga? Aku baru sadar kalau ternyata motorku tuh udah
beres dibenerin Fatih tapi mereka sengaja ngajak kita kebengkel biar goncengin
kita berdua.”
Madina : “ Wohhh…. Sialan tuh orang !
mencari kesempatan dalam kesempitan. Ditambah tanya-tanya namaku lagi. Untung
aku ngga kasih tau nama ku. Ini gara-gara perut lapar jadi kita mendadak jadi
bodoh dehh hehehe…”
Sampailah
aku dan Merista di warung langganan kita berdua dan memesan makanan favorit
kita yaitu Nasi Rames.
Madina : “ Mer, aku mau cerita nih tentang
Nenek Lampir itu.”
Merista : “ Kenapa mad ? Dia gentayangan
lagi sambil nagih duit kos yaa?”
Madina : “ Iya nih Mer, padahalkan bapak
ku belum transfer duit. Sekarang juga belum jatuh tempo. Janjiku sih 1 minggu
lagi tapi liat aja besok pasti dia muncul lagi deh di depan pintu kamarku.
Kayanya perlu ditempelin ayat kursi deh biar ngga muncul-muncul terus,”
Merista : “ Nih ya mad, kamu bilang ya sama
Bapakmu minta pindah kost di tempat ku. Ditempat ku kan murah ,bersih, dan yang
paling penting ngga ada nenek sihir kaya dia.”
Madina : “ Nenek lampir yang bener.”
Merista : “ Oya lupa hehe. Jadi kita bisa
berangkat sekolah bareng, belajar bareng,
ngerumpi bareng.”
Madina : “ Tiap hari kita juga selalu
makan bareng, ngerumpi bareng, berangkat sekolah bareng juga, kan kamu selalu
mampir kost ku tiap hari.”
Merista : “ Oya yaa hahaha… Tapi kan kalo
kita sekost lebih asyik lagi Mad.”
Madina : “ Tapi kamu tau kan Bapak ku kaya
apa ? Kalau dia udah bilang A ya A ngga bisa digoyahkan huhuhu…”
Merista : “ Satu-satu nya cara untuk
membuat Bapakmu membolehkan kamu pindah kost adalah tau kalau anak tercinta nya
ini menderita hidup di istana Nenek Sihir itu.”
Madina : “ Edehh..nenek lampir yang
benar.”
Merista : “ Oya lupa hahaha… Kalau begitu
kita harus pikirkan cara yang jitu untuk melepaskan mu dari jeratan Nenek
Lampir.”
Madina : “ Wahh kemajuan kau nak akhirnya benar juga memanggilnya hahaha…”
Merista : “ Tapi bagaimana yaa ??”
Aku
dan Merista terus berpikir cara apa yang terjitu sehingga dapat menyadarkan
Bapak. Sampai akhirnya kami pulang dan Merista mampir ke kostku. Belum saja kami
masuk gerbang sang penguasa kost itu sedang duduk di teras sambil memandang
kami seolah-olah kami adalah 2 ekor kelinci yang akan di masak menjadi kelinci
panggang saos kacang. Kami langsung cepat cepat
masuk
karena takut kena semprot.
Madina : “ Lihatkan ?? Wajah nya seperti akan
menerkam kita Mer ! ”
Merista : “ Bersyukur pemilik kost ku jauh
lebih baik dari pemilik kost disini.”
Madina : “ Bagaimana coba aku bisa
terbebas dari dia. Selain hobinya yang menagih uang kost sebelum jatuh tempo
dia juga suka sekali menjelek-jelekan anak kost nya kesemua orang yang lewat
didepan rumahnya, dia juga suka memerintah suaminya sendiri. Ugh! Sungguh
keterlaluan sekali.”
Kringg…Kring…Kring…
Merista : “ Bapakmu, Bapakmu telephon ! Ayo
cepat angkat ! “
Madina : “ Halo assalammu’alaikum…”
Setelah
mereka berbicara dan telphon ditutup.
Merista : “
Apa yang Bapak mu katakan ? ’’
Madina : “ Dia bilang mau kesini.” ( muka
sedih )
Merista : “ Bagus donk ! Berarti semakin
gampang kita tunjukan sikap nenek sihir itu didepan Bapak mu.”
Madina : “ Tapi masalahnya 3hari lagi
Bapak kesininya Mer… Bagiamana ini? Padahal kita belum dapet ide yang jitu buat
melepaskan ku dari jeratan nenek lampir itu. Huhh,, bisa hancur semua dehh,
padahal ini adalah moment yang tepat untuk membuat Bapak terlepas dari tipu daya
nenek lampir dan membolehkan aku untuk pindah kost. Jarang-jarangkan Bapak mau
mampir ke kost ku.”
Merisa : “ Ya ya ya… emmm,, bagaimana
kalau kita kerjain nenek lampir dan buat dia tau kalau kamu yang mengerjai dia
jadi dia bakal marah besar sama kamu terus ngadu ke Bapak mu dan akhirnya kamu
dipindah sama Bapakmu. Bagimana hebatkan ideku ?? ( senyum menyeringai)
Madina : “ WHAT ??! Kau pikir itu ide yang
sangat cemerlang begitu?
Yang
ada aku langsung dimarahi habis-habisan,,
dan yang terburuk bukan cuman pindah kost tapi juga pindah sekolahan tau…!! Ide
lain ide lain ! “
Merista : “ Apa sih ?? emmm… emmm…emmm.. (
sok mikir )
Ahhaa
ketemu ! ( senyum bahagia )
Madina : “ Apaan ? Apaan ? (penuh dengan
rasa penasaran )
Merista : “ Lebih baik kita pikirkan besok
lagi. Sekarang sudah sore aku mau mandi. Cape
banget seharian gara-gara busi macet kita jadi dikerjain orang deh.”
Madina :
“ Woohh…aku kira apaan. Yaudalah sanah pulang masih ada waktu 2 hari
lagi untuk ide yang jitu lagi.
Setelah
itu Merista pulang kerumah dan akupun juga ingin istirahat karena seharian ini
sungguh melelahkan.
Keesokan
harinya…
Kring…Kring…Kring…
Merista : “ Halo ? ”
Madina : “ Sekarang kamu ke kostan ku
cepetan ngga pake lama!!”
Mesrista
segera ke kost ku dengan tergesa-gesa.”
Madina : “ Gawat Mer, Siaga 3 !! “
Merista : “ Kenapa ?? “
Madina : “ Bapak mendadak mau kesini dan
dia sudah di jalan ! ”
Merista : “ APA ?? “
Madina : “ Bagaimana ini ?? “
Merista : “ Bilang aja kamu lagi ngga di
kost, lagi pergi, atau lagi kerja kelompok kek.”
Madina : “ Oh iya iya.. Sekarang aku mau
telephon Bapak..”
Kring…Kring..Kring
Madina : “ Waaaa…Bapak telephon nih. Halo
assalamu’laikum ? Apa ? haa? Oh iya. Walaikumsalam.”
Merista : “ Apa katanya ? “
Madina : “ Bapak udah di depan gerbang
kost.”
Merista : “ Terus giman donk ? “
Madina : “ Pasrah deh, mungkin belum
sekarang saatnya aku harus pindah.”
Beberapa
saat kemudian.
Madina : “ Bapak, kenapa cepat sekali
datangnya? Katanya besok?”
Bapak : “ Besok Bapak ada kerjaan
mendadak jadi, bapak sempatkan sekarang
saja untuk bertemu dengan mu.’
Merista : “ Wahh Om sudah datang ?” (
bersalaman dengan Bapak Madina)
Bapak : “ Ternyata ada Merista juga.
Baru dari mana Mer? Bagaimana kabar Ayah
Ibu mu disana mer ? “
Merista : “ Baru dari belakang Om hee. Alhamdulillah
baik ko Om. Minggu lalu baru saja saya pulang Om.”
Bapak : “ Alhamdulillah kalau begitu.
Nak, sepertinya kamu sedikit kurusan ya? Ini ada titipan dari Ibu dirumah makan saja. Jangan suka telat makan dan jaga
kondisi mu jangan sampai sakit.”
Madina : “ Iya pak, salam buat Ibu
dirumah. Sampaikan pada ibu aku rindu padanya. Oya pak, emmm,,Ibu Kost sudah
menagih uang kost padahal ini masih jauh belum jatuh tempo.”
Merista : “ Iya tuh Om, kasian Madina
ditagih terus dari kemarin makanya dia jadi kurusan kan Om. Udah sering tau Om,
tekanan batin deh Om.”
Madina : “ Hust, kamu ngga sopan Mer.”
Bapak : “ Kalau begitu Bapak mau bayar
kost dulu.”
Madina : “ Tuh kan percuma kamu bilang
kaya tadi Mer. Bapak ngga bakalan percaya malah langsung berdiri mau bayar uang
kost. Kayanya aku memang ngga usah berharap lagi deh pindah kost.”
Merista : “ Madina…Sabar ya. Jangan putus
asa kaya gitu donk. Siapa tau Bapak mu tiba-tiba sadar terus berubah pikiran
bolehin kamu pindah kost.”
Madina : “ Makasih ya mer, tapi tetep
percuma.”
Disaat
Bapak sedang bencengkrama dengan Ibu Kost.
Ibu
Kost : “ Ohh hehehe tentu donk
Pak kostan saya ini paling bagus dibanding kost-kostan lain. Coba aja
Bapak bandingkan dengan kostan lain. Jelas kost saya paling bagus. Siapa
dulu pemilik kostnya ? Ibu Sundari. Tidak salah Bapak menitipkan anak Bapak
dengan saya. Ya tapi itu anak Bapak sering salah.”
Bapak : “ Loh memang kenapa Bu dengan
anak saya ?”
Ibu
Kost : “ Loh memang Bapaknya
sendiri tidak tau dengan anaknya sendiri ?
Bapak : “ Memangnya kenapa Bu ?”
Ibu
Kost : “ Ya seharusnya Bapak
sebagai orang berpendidikan bisa mendidik anaknya sendiri. Jangan sampai salah
pergaulan.”
Bapak
: “ Maksud Ibu apa dengan anak saya salah
pergaulan ?”
Ibu
Kost : “ Masa Bapak membiarkan
anak Bapak bergaul dengan anak kost sebelah yang kumel dan keliatan sekali dia
anak yang tidak mempunyai sopan satun. Barusan saya lihat Bapak tadi bersama
anak kumel itu juga. Dia itu suka mengajarkan hal-hal yang tidak benar kepada
putri Bapak. Putri Bapak itu jadi sering main dan nakal,apa lagi ke saya. Dia
suka berbohong setiap saya tagih uang kost. Pasti uang yang sudah Bapak kirim
kan buat dia dipakai buat jajan sama temannya yang kumel itu.
Bapak : “ Maaf bu, seperti nya Ibu
telah salah menilai orang. Teman putri saya yang Ibu bilang kumel itu tidak
seperti itu. Saya tahu sekali bagaimana putri saya bergaul dengan temannya.
Mereka sudah berteman sejak mereka SD. Dan Merista anak yang baik dan tidak
seperti yang Ibu katakan. Masalah uang kost yang Ibu bilang telah saya kirimkan
dan digunakan untuk jajan itu tidak benar. Karena saya belum mengirimkan uang
kepadanya. Dan saya itu bisa mendidik putri saya. Karena putri saya itu tidak
pernah berbohong apalagi masalah uang. Sebaiknya Ibu kalau ingin menjelekan
orang kira-kira dulu siapa orangnya, karena Ibu terlihat sekali jeleknya.
Permisi saya mau menemui lagi putri saya.”
Ibu
Kost hanya terbengong dan merasa sangat malu atas perkataannya sendiri.
Bapak : “ Merista, kamu tinggal di kost
mana sekarang ?”
Merista : “ Saya masih tinggal di kost
sebelah Pak.”
Bapak : “Madina, bagaimana kalau kamu
pindah ke kost sebelah bersama Merista ?”
Madina : “ Apa ? Serius Pak ? Akhirnya Bapak memperbolehkan
Madina pindah kost.”
Merista : “ Kata-kata ku ternyata jadi
kenyataan Mad. Ajaib sekali! Hahaha…”
Bapak : “ Bapak sadar kenapa dari dulu kamu meminta
pindah kost. Lebih baik sekarang juga kamu bereskan barang-barangmu dan
pindah.”
Merista : “ Apakah Bapakmu sudah mengetahui
semuanya ya??”
Madina : “ Mungkin.”
Akhirnya
Aku dan Merista selesai mengemas semua barang-barang.
Ibu
Kost : “ Loh pak mau kemana ini
??”
Bapak : “ Ibu, sepertinya kost sebelah
lebih baik buat putri saya dibanding kost Ibu Sundari yang bagus ini.”
Ibu
Kost : “ Tapi pak, saya tadi
hanya bercanda.”
Bapak : “ Tidak apa-apa Bu, saya harus
berterimakasih karena saya menjadi sadar.”
Ibu
Kost : “ Terus bagaimana dengan
uang kost bulan ini pak ?”
Madina : “ Ibu, sekarang itu belum masuk
jatuh tempo pembayaran jadi sekarang itu masih bulan kemarin. Main nagih aja.”
Mba
Seila : “ Madina, kamu mau pindah
apa ?”
Madina : “ Iya Mba, kamu juga apa ?”
Mba
Seila : “Aku sih uda pindah hari kemarin bareng sama
Echa, ini mau ngambil barang-barang yang tertinggal. Aku pindah ke kost
sebelah.”
Madina : “ Aku juga Mba ke kost sebelah.”
Mba
Seila : “ Ibu Kost disebelah sana
jauh lebih baik dan ngga mata duitan.”
Merista : “ Asikk kost ku jadi tambah rame
donk banyak yang pindah.”
Ibu
Kost : “ Hehh kalian semua kost
disana tuh ngga enak!”
Madina : “ Kata siapa? Kost ku lebih enak
karena ngga ada nenek lampirnya.”
Ibu
Kost : “ Dasar anak-anak nakal!”
Madina : “ Good By In The Kost Of Nenek
Lampir…”
Akhirnya semua berakhir bahagia. Aku sekarang tinggal di
Kost sebelah beserta teman-teman yang lain. Dan Ibu Kost nya sangat baik dan
ramah. Ini semua berkat Sahabtku Madina yang selalu mendukungku dan Bapakku
yang akhirnya sadar juga berkat omongan Nenek Lampir sendir ‘ hihihi’ . Nasib
Istana Nenek Lampir sekarang satu per satu anak-anak kost mulai pindah karena
ulah Nenek Lampir itu sendiri. Dan sekarang aku bisa tinggal di Kost dengan
tenang dan bahagia bersama Sahabatku Merista…
S e l e s a i
Karya : Anisa Herman
Tau ga kalian ini cerpen aku buat saat aku mendapat tugas membuat cerpen saat aku duduk kelas 2 SMA :D. Cerpen ini pun terinspirasi dari kehidupan nyataku dan sahabat ku, memang sih ngga semuanya "Real" ada beberapa yang disengaja diubah dan dibuat. Lalu bagaimana cerpennya menurut teman-teman menarik tidak ? haha :D